Tasikmalaya Pernah Jadi Ibu Kota Jawa Barat

 TASIKMALAYA PERNAH JADI IBU KOTA JAWA BARAT




By: Salimudinn

______________

Tulisan ini dirangkum dari artikel pak Alex Anis Ahmad M.Pd

 

PEMBENTUKAN WEHRKREISE


Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, wilayah Jawa Barat menjadi salah satu basis pertahanan nasional karena para pemuda dan tokoh-tokoh pergerakan di Jawa Barat membentuk Badan-Badan Perjuangan yang sangat penting dan strategis kedudukan untuk menjaga kemerdekaan di Jawa Barat ( Ahmad, 2019:16)


Badan-badan perjuangan di Jawa Barat adalah LASWI, Hizbullah, Sabilillah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Berani Mati (BBM), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Laskar Rakyat (LR), Pasukan Istimewa (PI), Pasukan Garuda Putih, Laskar Rakyat (LR), Pasukan Istimewa (PI), Pasukan Garuda Putih (PGP). 


Badan Badan Perjuangan yang telah disebutkan diatas, tergabung dalam Majelis Persatuan Pertahanan Priangan (MPPP) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Sutoko (Disjarah, 1965).


Pada 1 juli 1947 Sutoko pindah ke Tasikmalaya, ia diangkat menjadi Kepala Staf Pertahanan Jawa Barat atau komandan Wehrkreise III dibawah pimpinan AH Nasution. Sedangkan dibidang territorial , Sutopo membawahi pemerintahan sipil Jawa Barat yang saat itu gubernurnya dijabat Sewaka.


Pemindahan tugas Sutoko ini menjadi tanda resmi berpindahnya perpindahan sipil Jawa Barat menjadi dalam Wehrkreise III dan menetap di Tasikmalaya. Dengan demikian pemerintahan Provinsi Jawa Barat untuk sementara menjalankan aktivitasnya di Kota Tasikmalaya (Ahmad,2019:16)


Untuk mengetahui segala aktivitas gerakan gerilya dari pasukan Siliwangi, Sutotoko selalu bersama dengan gubernur, hingga ia dengan mudah dapat memberikan informasi bahwa pasukan Siliwangi masih eksis dan selalu berusaha mengatasi kemungkinan kemungkinan patrol tentara Belanda.(Disjarah, 1994)


Pengertian Wehrkreise adalah daerah pertempuran dalam lingkaran-lingkaran (kreise) yang dapat mengadakan pertempuran (wehr) secara berdiri sendiri. Lingkaran-lingkaran pada hakikatnya ialah Kantong-kantong perlawanan Gerilya sesuai dengan konsep perang yang dikembangkan Siliwangi. Setiap pasukan yang telah berhasil melakukan penyusunan dalam pelaksanaan perang gerilya kemudian akan dibantu oleh rakyat.


Adapun susunan komando Wehrikreise III diantaranya adalah (1) Letnan Kolonel Sutoko sebagai komandan  Wehrkreise III; (2) Letnan Sugianto selaku Kepala Pengawal Komandan ; (3) dr. Akil Asikin sebagai dokter tentara  dan (4) anggota-anggota pengawal yang terdiri dari Sersan Wahyu, Sersan Komar, sersan Rahmat, Sersan Wisoko, Kopral Udis, Pratu Empud dan serna Sofyan (Sopir Komandan) (Disjarah, 1994).


Wilayah Wehkreise III meliputi Tasikmalaya, Ciamis Selata sampai perbatasan Jawa Tengah. Implementasi Wehreise adalah kerja sama antara Tentara dan masyarakat.Taktik dari Wehreise ini membangkitkan semangat juang rakyat dan disiplin dalam menjalankan tugas. 


TASIKMALAYA SEBAGAI IBU KOTA TRANSISI JAWA BARAT


 Awal pemerintahan sipil Jawa Barat berada di kota Tasikmalaya, tepatnya di jalan Sutisna Senjaya Nomor 9. Namun karena karena kedudukan pimpinan selalu menjadi sasaran serangan Belanda, Ketidakstabilan keamanan ini yang dialami oleh Gubernur Jawa Barat, Sewaka.


 Pada 1 april 1947 wilayah Tasikmalaya masih dikuasai oleh pasukan Indonesia, namun daerah Tasikmalaya ini tidak bisa dikatan aman dari serangan Belanda. Ancaman Belanda selalu mengintai yang menyebabkan setiap orang musti waspada (Hardjasaputra, 2006:17)


 Pada saat itu Jawa Barat sedang mengalami masa-masa sulit dan selalu bergejolak. Hampir setiap hari terjadi pertempuran dan juga pengambil alih kekuasaan yang dilakukan oleh Belanda. Salah satu wilayah yang menjadi incaran Belanda adalah Tasikmalaya.

 Tasikmalaya saat itu menjadi daerah yang sangat penting sebagai pusat pemerintahan. Tasikmalaya dijadikan Ibu Kota pemerintahan Jawa Barat karena memiliki objek vitasl (1) Adanya pusat komando Divisi Siliwangi (2)Adanya kantor pemberitaan Antara dan Merdeka, (3) Adanya Radio Republik Indonesia (RRI), (4) Lapangan Bereum yang disinyalir jadi konsolidasi laskar bersenjata. (Ahmad, 2019:17)


 Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa pemerintahan Jawa Barat memilih Tasikmalaya karena adanya fasilitas-fasilitas dan objek vital yang mana dapat membantu dalam keadaan perang. Belanda juga bernafsu untuk menguasai Tasikmalaya karena kalau menguasai Tasikmalaya, sama saja dengan menguasai seluruh Jawa Barat.


 Pada akhirnya Tasikmalaya diserang oleh Belanda pada 21 juli 1947 (Polisisasi/ Agresi Militer Belanda I) dengan melncarkan serangan udara. Pada hari pertama sekitar pukul 06.00 WIB , sebuah kapal terbang Bomber Mitchell terus menggempur kota Tasikmalaya dengan sasaran-sasaran objek vital (Ahmad, 2019:18)


 Objek-objek vital yang diserang adalah lapangan Udara Cibereum, pabrik senjata, RRI Bandung, (yang sementara pindah ke Tasikmalaya) , Percetakan kantor Harian Merdeka, Stasiun Kereta Api, serta markas Divisi Siliwangi di jalan Otto Iskandardinata (Sekarang disamping Bank Mandiri) (Disjarah,1994).


 Antara pukul 14.15-14.30 WIB, sebuah pesawat pemburu milik Belanda kembali lagi menembaki lapangan udara Cibereum dan jalan menuju Manonjaya. Sasaran lain adalah jalan Manonjaya (Sekarang Jalan Sutisna Senjaya) tempat kediaman Panglima Divisi Siliwangi.


 Setelah serangan udara itu terjadi, A.H Nasution menganggap bahwa markas panglima Divisi Siliwangi sudah tidak aman lagi. Maka dilakukanlah beberapa tindakan

Memindahkan markas Divis Siliwangi ke Padayungan.

Memerintahkan kapten Jamhuri untuk mengadakan pertahanan kota.

Memerintahkan Kapten Udara R. Basir Surya Selaku wakil Komandan Keamanan kota melakukan bumi hangus terhadap sarana-sarana vital.

Penarikan Batyon II Sudarman dari Front Jakarta Timur. (Disjarah,1994)


 Pada 23 Juli 1947 Kota Tasikmalaya kembali di serang Belnda lewat udara. Adapun sasaran yang dimaksud oleh Belanda adalah kawasan stasiun kereta api , dan sebuah bom dijatuhkan di jalan Galunggung yang mengakibatkan rumah penduduk di sekitar tempat itu hancur. 


 Menanggapi serangan militer yang lumayan dahsyat dari Belanda, Kapten Jamhuri melakukan langkah stategis guna mengamankan kota dan juga penduduk dari kehancuran, dengan segera dilakukan bumi hangus, dan masyarakat yang ada di dalam kota Tasikmalaya segera diungsikan ke daerah pedalaman yang tidak mungkin dijangkau oleh agresi militer Belanda. 


 Hardjasaputra (2006:3) menjelaskan bahwa akibat dari serangan Belanda membuat Gubernur Jawa Barat, Sewaka terpaksa berpindah pindah atau nomaden agar terhindar dari penangkapan Belanda. Sewaka pindah dari kota Tasikmalaya ke Indihiang, lalu di Taraju berkoordinasi dengan AH Nasution guna melakukan starategi perang gerilya.


 Setelah berpindahnya gubernur Sewaka ke Indihiang, Belanda semakin gencar melakukan serangan yang membuat pasukan divisi Siliwangi harus mempertahankan objek vital dengan mati-matian. Namun Gubernur Sewaka tidak mau meninggalkan Jawa Barat dan memerintahkan rakyat Jawa Barat untuk lebih berani melawan Belanda. 


 Sementara itu tempat persembunyian Sewaka di Indihiang diketahui oleh Belanda. Sewaka memutuskan untuk pindah ke Sukaraja. Namun lagi-lagi Belanda mengetahui persembunyian Sewaka, sehingga Kutaraja dibombardir oleh Belanda, kemudian gubernur dan stafnya memutuskan untuk mengungsi ke Karangnunggal.


LEBAKSIUH  MENJADI  PUSAT  PEMERINTAHAN


 Saat Lebaksiuh dijadikan pusat pemerintahan Jawa Barat dengan menggunaan penjagaan yang ketat. Setiap jalan menuju ke Lebaksiuh dibuat Kamuflase , misalnya beberapa puluh kilometer dari Labaksiuh disamarkan dengan sebuah kebun yang ditanami pisang, Singkong dan Ubi Jalar.


 Selain dengan strategi kamuflase, cara yang dilakukan untuk mengamankan Lebaksiuh adalah dengan menghancurkan jembatan Cijalu yang menjadi akses menuju Lebaksiuh.agar tidak ada yang masuk ke Lebaksiuh (Disjarah, 1994).


 Pelaksanaan rapat-rapat koordinasi dilakukan di luar Lebaksiuh, yakni di daerah desa Bongas (sekarang daerah Cintabodas). Setiap pertemuan diadakan secara tertutup dan juga rahasia, Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui rapat tersebut.


 Gubernur Sewaka kagum melihat penderitaan-penderitaan serta kesulitan-kesulitan rakyat Jawa Barat, namun rakyat Jawa Barat selalu bersemangat dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 


 Kejadian yang sangat menarik adalah adanya tiga reporter dari Kantor Berita Anatara yang menjadi staf gubernur. Ketiga reporter itu bernama A.Z. Palindih, Moch Royani dan Moch Saman yang ikut mengungsi ke Lebaksiuh. 


 Kejadian menarik lainnya adalah adanya kurir yang dikirimkan oleh pemerintah pusat Indonesia di Yogyakarta , kurir itu menyamar menjadi tukang Jamu. Tukang Jamu ini dianggap penyusup oleh tentara, setelah diintrogasi ternyata tukang jamu adalah kurir dari Yogyakarta yang diutus untuk memastikan keberadaan pemerintahan sipil di Jawa Barat. (Hardjasaputra, 2006).


TIME LINE SINGKAT


1 april 1947 wilayah Tasikmalaya masih dikuasai oleh pasukan Indonesia.


1 juli 1947 Whrkreise dibentuk.


21 juli 1947, Belanda melakukan agresi militer I ke kota Tasikmalaya.


23 Juli 1947 Kota Tasikmalaya kembali di serang Belanda lewat udara.


Ibu Kota Jawa Barat Berpindah pindah dari Kota Tasikmalaya ke Indihiang, lalu ke Sukaraja,  lalu Ke Karangnunggal , ke Lebaksiuh


*************

Sumber:

Artikel dari Pak Alex Anis Ahmad, M.Pd.

__________________________

Ahmad, Alex Anis (2019) Pembentukan Wilayah Pertahanan Priangan Timur dan Perpindahan Ibukota Provinsi Jawa Barat ke Lebaksiuh Tahun 1947-1948. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi

Disjarah (1965) Peranan TNI AD dalam Perang Kemerdekaan. Bandung :Pussemad.

Disjarah. (1994). Siliwangi dari masa ke Masa . Bandung: Disjarah

Hardjasaputra, A.S (2006). Sewaka Tokoh Jawa Barat Yang Terlupakan. Tasikmalaya: Tanpa penerbit.

Komentar