Latar Belakang Kolonisasi Italia di Libya
Latar Belakang dimulainya koloniasai Italy di Libya adalah ketika Italia melakukan perjanjian rahasia dengan negara-negara besar eropa (1909). sejak itu Italia langsung melakukan "peacpull penetration di Tripolitania dan Cyrenaica. (Soeratman, 2012: 116)
Lalu Italia mengirim ultimatum ke pemilik Tripoli dan Cyrenaica. Namun di tolak mentah-mentah oleh Turki ( Sang pemilik Tripoli)
Pada 1912 Italia ngumumin perang ke Turki. Tentara itali masuk Tripoli, merebut bandar-bandar di pantai tripoli.
Karna waktu itu Turki sibuk perang di Balkan, pada tahun 1912 itu juga perang ngelawan Libya di hentikan . Tripoliania atau Libya akhirnya di kasih ke Italy.
Kolonialisme sangat menarik dalam setiap perjalanannya terutama adanya
perselisihan orang-orang Afrika dengan orang-orang barat (Eropa). Persepsi
Eropa tentang perbedaan ras, peradaban dan keyakinan membuat keyakinan bahwa
Afrika berisikan tanah kaya
Tahun 1878 Inggris membuat kebijakan integritas perbatasan atas
kekaisaran Ottoman di Siprus, hal ini membuat adanya perundingan dengan Prancis
dan Italia mengenai tanah jajahan di Afrika Utara. Imperialisme Eropa di Afrika
dimulai dengan pendudukan Prancis atas Aljajair (1830), Tunisia (1881), dan
Maroko (1912), setelah itu Inggris mulai menduduki Mesir (1882) dan Italia
menginvasi Libya pada tahun 1911, namun Italia kalah bersaing dengan kekuatan
negara besar sehingga Italia hanya mampu menguasai Somalia dan Eritrea-Libya. (RAZA,
2012)
Kolonialisme Italia atas Afrika Utara dimulai pada 1882 di
Eritrea Timur, melalui Pembelian tahan dan membuat pemerintahan (Perdana Mentri
) untuk memperluas wilayahnya dalam rangka
mengatasi masalah kelebihan penduduk yang di alami negerinya. Kepadatan
penduduk mengakibatkan ratusan ribu penduduk berimigran ke Negeri lain terutama
ke Amerika Serikat. Jika keadaan tidak cepat teratasi akan sangat membahayakan
bagi masa depan politik dan ekonomi italia, sebab penduduk yang berimigran itu
membawa peradaban bahasa, dan kebudayan Italia yang dapat
disebarluaskan,sehingga penduduk yang berimigran harus di tampung di koloni-koloni
yang langsung di awasi oleh Negeri Induk (Italia).
Sebelum perang dunia Pertama berkobar koloni Italia di Afrika
meliputi Libya, Eritrea dan tanah Somalia. Luasanya sekitar 700.000 mill
persegi,6 kali luas wilayah metropole (Italia). Libya adalah koloni yang
memiliki daerah terluas dari 3 koloni Italia, namun tidak memiliki daerah yang
subur. Dalam Perang Dunia I Italia tidak mempertahankan wilayahnya di Afrika
tetapi italia berusaha ingin memperluas wilayahnya, saat memperluas
kekuasaannya kedaerah pedalaman Italia mendapat tantangan dari pimpinan agama
Islam yaitu Sayid Idris As Sanusi yang sangat memprotes keras atas kekuasaan
Italia. Sayid as Sanusi melakukan perlawanan hingga tahun 1931.
Sebelum Perang Dunia Ke I Italia mendapat tawaran Inggris
untuk bergabung pada sekutu. Hal ini daijadikan langkah awal oleh Italia untuk
mempertahankan wilayahnya di Afrika dan berusaha untuk memperluasnya. Tahun
1882 sebenarnya Italia sudah bergabung ke Triple Aliance, namun saat perang
berlangsung Italia menunjukan sikap netral yang tidak memihak pada negara
sentral. Sehingga perjanjian Perancis-Italia tahun 1902 kembali berlaku. Sampai
tahun 1915 terdapat suatu perjanjian rahasia antara sekutu dengan Italia yang
ditandatangani di London. Perjanjian rahasia tersebut berisi “ Apabila Italia ikut andil dalam peperangan
dan berada dalam pihak sekutu, Italia akan diberi bantuan yakni uang dan
dijanjikan penambahan daerah yaitu daerah Afrika,Austria dan Turki”.
Perang Dunia selesai, Italia meraa sangat kecewa atas
keputusan-keputusan perdamaian, hal ini dikarenakan janji sekutu yang ingin
memberi daerah bekas jajahan Jerman (Afrika,Austria dan Turki) tidak terpenuhi.
Hal ini menunjukan selama Perang Dunia I berlangsung, Italia menjadi
satu-satunya negara imperialis yang sangat berusaha untuk melakukan ekspansi
dengan daerah sasaran di wilayah Afrika. Namun, Italia mengalami kegagalan. (Soeratman, 2012:331)
Perang Eritrea- Ethiopia
Eritrea dan
Ethiopia adalah negara bertetangga yang terletak di Afrika Utara. Kedua negara
ini memiliki sejarah perselisihan dari tahun 1960-an. Menurut Alemseged Tesfai
dalam penelitiannya menjelaskan penyebab terjadinya perang antara Eritrea dan
Ethiopia :
Two premises or assumptions have governed
Ethio-Eritrean relations of the past sixty years. First is the notion carved
into the minds of generations of Ethiopians by the Haileselassie regime that
Eritrea is, by nature and logic, part of Ethiopia. The well known arguments of
a common history, religion and culture is invoked here and Eritrea is defined
as Ethiopia's natural "outlet to the sea". The second premise, which
is linked to and complements the first, regards Eritrea as economically weak
and unviable, such that its very survival totally depends on Ethiopian
resources. This line of thinking further depicts Eritrea as an ethnically,
linguistically and regionally divided "Italian creation without the
makings of a state"(Tesfai, n.d.)
Adanya dua pendapat
tentang terjadinya perang anatara Eritrea dan Ethiopia. Yang pertama disebabkan
karena Eritrea adalah bagian dari Ethiopia. Memang terhitung sejak 1960,
Eritrea saat itu masih menjadi bagian dari Ethiopia, Eritrea mulai melakukan
perlawanan bersenjata agar bias melepaskan diri dari negara induknya dan
menjadi negara mandiri. Yang kedua, melengkapi yang pertama, menaggapi bahwa
Eritrea secara ekonomi lemah dan tidak dapat bertahan hidup sehingga
kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada sumber daya Ethiopia
Memasuki tahun 1952
beberapa setelah perang dunia II berakhir, PBB meminta Inggris untuk melepaskan
Eritrea yang saat itu sedang menduduki Eritrea agar dikembalikan ke Ethiopia,
mengingat sejak abad 19 (sebelum dikuasai oleh Bangsa Eropa) Eritrea merupakan
bagian dari wilayah Ethiopia. Pihak Ethiopia jelas menyambut keputusan PBB.
Namu tidak dengan Eritrea
mereka menganggap
Ethiopia tidak lebih sebagai penjajah baru. Tak lama setelah Eritrea kembali
menjadi wilayah Ethiopia, pemerintah Ethiopia menerapkan kebijakan-kebijakan
yang ketat atas wilayah Eritrea. Partai politik berbau Eritrea tidak boleh
didirikan, kebebasan pers dikekang, Bahasa Eritrea tidak boleh digunakan. Tidak
tahan dengan tekanan tersebut, rakyat Eritrea melakukan perlawanan pada tahun
1962 yang akhirnya berhasil memerdekakan diri pada tahun 1991.
Tahun demi tahun
berlalu, status dari wilayah-wialyah yang dipersengketakan ternyata masih
belumjuga terselesaikan. Salah satu wilayah sengketa yang diperdebatkan adalah
wilayah Badme yang berada di Ethiopia Barat Laut dan Eritrea Tenggara. Pada
bulan Mei 1998, otoritas Ethiopia memasuki kota badme dan mengusir penduduk
Eritrea yang bermukim disana.Eritrea melawan dengan mengirim serombongan kecil
tentara tanpa senjata ke kota Badme dengan dalih untuk berbicara dengan
otoritas Ethiopia. Namun yang terjadi apparat ethipia dibantu dengan misili
dari provinsi Tigray menebaki pasukan Eritrea. Hal ini menyebabkan kemarahan
Eritrea sehingga Eritrea berencana akan merespon dengan yang lebih keras
Pada 12 Mei 1998,
pasukan Eritrea dibantu tank dan artileri melancarkan serangan besar-besaran ke
kota Badme. Hanya dalam waktu singkat, Eritrea berhasil menduduki kota Badme
dan memukul mundur pasukan Ethiopia. Memasuki tahun 1999, alur perang melakukan
jual beli tembakan artileri dan tank dari balik perbatasan. Namun, pada bulan
Februari di tahun tersebut pasca gagalnya perundingan damai yang difasilitasi
oleh Organisasi Uni Afrika & Amerika Serikat, Ethiopia melakukan serangan
besar-besaran dibawah kode sandi “Opersai Matahari Terbenam”. Dalam operasi
tersebut, tentara Ethiopia melakukan serangan ke Badme yang dikuasai oleh
Eritrea. Operasi Matahari Terbanam dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 1999
dan berlangsung lama sekitar seminggu. Pertarungan begitu sengit dan Ethiopia
harus kehilangan begitu banyak personilnya. Namun, operasi militer tersebut
berbuah manis karena Ethiopia berhasil
menduduki Badme sepenuhnya dan menggeser garis depan sejauh 6 KM lebih dalam ke
wilayah Eritrea. (Wasp, 2012)
Upaya untuk mengakhiri
perang antara Eritrea dan Ethiopia mulaimenemukan titik terang setelah
pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk menghentikan aktivitas bersenjata dan
saling klaim atas wilayah sengketa untuk sementara waktu lewat perjanjian Aljir
(Algier Agreement) di bulan Juni 2000. Pasca disahkannya perjanjian Aljir, PBB
menciptakan zona keamanan sejauh 25 KM diantara garis wilayah perbatasan kedua
negara. Perundingan damai lebih lanjut berlangsung dan hasilnya, pada bulan
Desember 2000 Eritrea dan Ethiopia sepakat mengakhiri perang secara resmi. (Voice of Amerika, 2018)
Peristiwa Wol-Wol 1934
Pada tahun1906 tercapai perjanjian antara
Inggris-Perancis-Italia yang berisi bahwa tiada dari satu Negara tersebut dapat
melakukan tindakan atas Ethiopia tanpa pengetahuan
dan persetujuan dua Negara lainnya. Pada tahun 1919 janji yang diberikan sekutu kepada
Italia dalam perjanjian rahasia di London (1915) pelaksanaannya tidak memenuhi
kehendak Italia, terutama pasal yang menyangkut tambahan daerah
di Afrika.
Diterbangkan bahwa Italia akan mendapat
kompensasi terutama dalam hubungan penentuan batas-batas koloni Italia : Erytrea, Somalia dan
Libia dan daerah-daerah koloni Inggris dan Prancis yang ada di sekitarnya
sebagai ganti atas kekecewaan itu. Pada tahun 1919 Italia mengusulkan supaya ia
diberi kompensasi yang menyangkut Ethiopia karena dalam danau tana akan menjadi
milik Inggris.
Italia bersedia membantu rencana-rencana
Inggris di Ethiopia, misalnya dalam permintaan kepada Negus untuk membuat jalan
raya dari danau tana ke Sudan, sebaliknya Inggris akan membantu Italia dalam
permintaan yang di ajukan kepada negus untuk mendirikan jalan kereta api dari
Brytrea ke Somalia- Italia melalui daerah Ethiopia, dengan ini seakan-akan
berlaku lagi daerah pengaruh Italia di Ethiopia berdasarkan perjanjian
Inggris-Italia 1891.
Pada tahun 1928 masih dapat di capai perjanjian
yang sifatnya bersahabat antara Italia dan Ethiopia, berisi
perluasan perkembangan ekonomi baik untuk Ethiopia maupun Erytrea dengan
mendirikan jalan raya yang menghubungkan dessi ibukota propinsi wolio di
Ethiopia dengan Assab, kota di Erytrea yang terletak di pantai Laut Merah.
Dengan melalui perjanjian tersebut Italia dapat memasuki daerah pertahanan alam
Ethiopia yang berupa gurun pasir, tetapi kaisar Haile selesai cukup cerdik dan ia
tidak mau menyelesaikan pekerjaan tersebut walaupun sudah mulai
Pada
tahun 1934 Italia tidak senang melihat tindakan Haile sellesie yang
memodernisasi Negerinya dan memperluas angkatan perangnya, pada hal tindakan
kaisar Ethiopia adalah sebagai reaksi terhadap perluasan pertahanan yang
dilakukan oleh Italia di Somalia dan Erytrea. Beberapa insiden yang
terjadi pada tahun 1934 yang di ikuti dengan pertikaian antara-antara patroli di walwan dan
tempat-tempat perbatasan lainnya. Ketika Italia mengirim angkatan perang ke
Afrika-Ethiopia mengadukan masalah tersebut ke lembaga Bangsa–bangsa. Akan
tetapi sebelum lembaga bangsa –bangsa selesai mempelajari masalah pertikaian
Italia-Ethiopia, Prancis dan Italia telah menandatangani suatu pakta di Roma
(1935), keduanya takut akan perkembangan politik di Jerman yang mengancam
kemerdekaan austria. Musolini mendekati Paris dan Prancis menerimanya dengan
senang hati. Maka tercapailah pakta lava musolini yang berisi :
- Keduanya akan berunding jika keadaan austria terancam
- Prancis memberikan tambahan daerah untuk Libya sebesar 45.000 mil persegi dan sedikit dari Somalia, Prancis untuk digabungkan kepada Erytrea sehingga italia mendapat sebagian daerah Sahara dan Jalan keluar menuju teluk Aden
- Italia boleh menanamkan sahamnya dalam maskapai jalan kereta api Prancis ynag menghubungkan Adis Ababa dengan Djibauti
- Diusahakan hubungan baik antara keduanya di Tunis, hak-hakmendirikan sekolah dan hak kewarganegaraan istimewa untuk penduduk Italia di Tunisia di perluas
Bagi Italia, Ethiopia akan dijadikan sumber bahan mentah yang akan
memperkaya Italia, sumber bahan yang berbunyi memberi kebebasan bertindak
terhadap Ethiopia sangat penting, pangan bagi italia dan sumber tenaga manusia
untuk fasis Italia. Jika diperhatikan isi fakta
lavai musolini itu sangat menguntungkan Italia, karena Negara sekutu ingin
menarik Italia pada pihaknya. Pada hal sesudah Perang Dunia I berakhir Italia
tidak begitu senang pada sekutu, karen merasa ditipu. Bagi Italia pasal karena
Italia mengetahui bahwa kaisar haile selesi merintangi pelaksanaannya
perjanjian 1928, maka hanya dengan perang Ethiopia akan mejadi koloni Italia
Pada
tahun 1935 diadakan pengadilan mengenai insiden walwal, kaisar haile selesai
bersedia memegang teguh perjanjian Italia –Ethiopia (1928), italia mula-mula
setuju, tetapi kemudian atas saran lembaga Bangsa-bangsa , wakil-wakil Prancis,
Inggris dan Italia supaya berunding untuk memperoleh suatu penyelesaian bagi
seluruh masalah Ethiopia, ketiga penguasa tersebut yang masing-masing mempunyai
daerah di sekitar Ethiopia agar Ethiopia di bagi menjadi daerah pengaruh
mereka. Tetapi Prancis yang terikat oleh pakta 1935 lalu menganjurkan agar
haile selesai memberi konsesi ekonomi yang banyak kepada Italia, Inggris dapat
menyetujui tetapi Italia menolak karena musolini menghendaki menganeksasi
Ethiopia.
Dalam perundingan lembaga Bangsa-bangsa di
Jenewa, Inggris adalah yang anti Italia, sebab jika usaha fasis itu berhasil
pasti akan membahayakan pendudukan Inggris sepanjang
laut merah. Afrika Timur laut dan kemenangan itu
juga akan mendorong fasis
terus melakukan ekspansi teritorial. Tetapi sebaliknya Prancis masih mencari
formula-formula yang dapat memuaskan Inggris dan Italia. Sementara
lembaga Bangsa-bangsa sedang sibuk menyelesaikan tentang
masalah Ethiopia (oktober 1935) tentara Italia dengan perlengkapan modern
menyerbu Ethiopia dari jurusan Utara, Timur dan Selatan, alasan yang dikemukakan
ialah bahwa
gerakan strategis tersebut diperlukan untuk melindungi Erytrea dan Somalia
Italia dari agresi- agresi.
Lembaga
Bangsa-bangsa memutuskan Italia sebagai agresi dan dikenakan sangsi-sangsi finansial dan
ekonomi. Tetapi Italia tidak mengubah sikapnya. Sesudah Ethiopia di duduki
(1936) kaisar heile selesai melarikan diri ke London dan mengajukan protes
kepada lembaga Bangsa–bangsa mengenai agresi Italia terhadap Negerinya. Pada tahun 1936-1942
Ethiopia kehilangan kemerdekaannya Victoe Emanual III diangkat menjadi kaisar
Ethiopia, pada tahun 1936 dibentuk Afrika Timur, Italia meliputi Ethiopia,
Somali dan Erytrea kemudian diadakan militerisasi Afrika Timur Italia. Tindakan
selanjutnya akan merebut daerah Somalia di Prancis kemudian Sudan, Kenya dan
Uganda.
Referensi
Tesfai, A. (n.d.). The Cause of the Eritrean-Ethiopian
Border Conflict. Retrieved from
http://www.dehai.org/conflict/analysis/alemsghed1.html
Voice of Amerika. (2018). Pemimpin Eritrea dan Ethiopia
Bertemu Pertama Kali dalam 18 Tahun. Retrieved from
https://www.voaindonesia.com/a/pemimpin-eritrea-dan-ethiopia-bertemu-pertama-kali-dalam-18-tahun/4473711.html
Wasp, R. (2012). Eritrea dan Ethiopia Negara Tetangga yang
Sulit Akur. Retrieved from https://www.re-ta
RAZA, S. (1922). Italian Colonisation & Libyan
Resistance to the Al-Sanusi of Cyrenaica. Middle Eastrn and Islamic Studies
in Asia, 6(4), 87–120.
Soeratman, D. (2012). SEJARAH AFRIKA (3rd ed.; A.
Pratama, Ed.). Yogyakarta: Ombak.
Tesfai, A. (n.d.). The Cause of the Eritrean-Ethiopian
Border Conflict.
Voice of Amerika. (2018). Pemimpin Eritrea dan Ethiopia
Bertemu Pertama Kali dalam 18 Tahun.
Wasp, R. (2012). Eritrea dan Ethiopia Negara Tetangga yang
Sulit Akur.
Komentar
Posting Komentar