Afrika Selatan Merdeka

Pin by Karen Roberts on Statues | South african artists, Bronze ...
Patung Nelson Mandela 
Sumber Gambar: pinterest


Mohon maaf ngeditnya kurang maksimal🙏, materinya panjang-panjang...😀

Kemerdekaan Afrika Selatan

Terbentuknya wilayah Afrika Selatan

Afrika selatan berbatasan dengan Namibia, Botswana, Zimbabwe, Mozambik, dan Lesotho. Nah Afsel juga menerapkan 11 bahasa resmi. Afsel memiliki luas 1.214.470 km2. 

Afsel ini punya 3 ibu kota yaitu Proteria, Cape Town dan Bloempontein. 

Orang Eropa pertama yang mengunjungi Afsel adalah Bartolomeuz Diaz (1488), disusul oleh Vasco da Gama (1497-98). 

Abad 17 orang Inggris dan Belanda datang. Orang Belanda yang bertani menetap disana dikenal dengan sebutan Boer. Orang Boer ini makin lama makin banyak , namun diusir oleh Inggris. Orang Boer ini akhirnya bermigrasi ke Utara tepatnya tahun 1830-an. 

Tahun 1869 saat terusan Suez diresmikan, Afsel tidak dilirik lagi. Namun ketika ditemukan tambang intan di sungai Oranye dan sungai Vaal, tambang emas juga ditemuakan di Witwatersrand. Afsel dianggap penting lagi.

1879 perang Anglo Zulu, Inggris menguasai Anglo-Zulu
1879 Transvaal dikuasai Inggris
1880 Perang Inggris Vs Boer
1886 Pembukaan tambang emas Witwatersrand
1899 Perang Boer II dimulai
1902 Inggris mengalahkan Boer, Wilayah Boer jadi milik Inggris
1907 Wilayah Boer diberikan otonomi
1910 Empat koloni Inggris membentuk Uni Afrika Selatan, Luis Botha jadi perdana mentrinya.

Perang Boer

Latar Belakang 

adalah perang orang Boer (keturunan Belanda) melawan Inggris. Perang ini dilatar belakangi oleh ketakutan kaum Boer akan banyaknya pendatang terutama untuk untuk menambang emas di Witwaterstand. 

Tahun 1874 bangsa Boer membuat peraturan yaitu hak pilih dimiliki oleh setiap orang kulit putih, bagi mereka ynag tidak punya tanah merela akan dapat hak kalau sudah berdiam selama satu tahun. 

Kondisi Transvaal waktu sedang bermasalah karena konflik dengan suku pribumi dan rakyat Transvall tidak mau bayar pajak.

Tahun 1876 Orang Boer berhasil mengalahkan suku Sekukuni. Namun Boer mengalami krisis uang, lalu orang boer minta bantuan ke Sir Thephilus Sheptone (Gubernur Natal). Natal waktu itu merupakan daerah milik Inggris.

1877 Melihat kondisi Transvaal yang sedang bermaslah. Inggris mendeklarasikan bahwa Transvaal adalah wilayah koloninya.
Nah orang Transvall tidak bisa menolaknya karena transvaal waktu itu hutangnya sangat besar dan diambang kebangkrutan.

1880 seorang Boer bernama Piet Bezeidenhout barangnya disita karena menunggak hutang. Saat barang sitaan itu mau dilelang oleh Inggris, orang Boer merebut kembali barang tersebut.

Saat Inggris ingin menangkap Bezeidenhout, orang Boer mempersenjatai diri dan melawan Inggris. 

16 desember 1880 diadakan rapat , orang Boer menyatakan siap berperang dengan Inggris.

Perang Boer I (1880-1881)

Saat perang dimulai, Boer menyerang markas-markas pasukan Inggris di Potchefstroom, Proteria, Rustenburg, Standerton dan Marabastad. 

Boer menggunakan strategi pengepungan. Inggris merespon dengan mendatangkan pasukan dari Natal untuk menyerang Transvaal. 

20 Desember 1880 pasukan Inggris yang akan mengamankan Proteria dicegat Boer pimpinan Frant Joubert di dekat Bronkhourspruit.

Pasukan Inggris pimpinan Mayjen Sir George Pomeroy Colley gagal masuk ke Transvaal. Lalu ia menempatkan 400 prajurit di bukit Majuba untuk memantau Boer.

26 februari 1881 pasukan Inggris bersiap" di gunung Majuba. (Pretorius, 2011)

27 februari 1881 pasukan Boer mendekati Inggris. pertempuran terjadi. Inggris kalah.

Inggris akhirnya berunding dengan Boer dan mengakui kemerdekaan Transvaal namun urusan luar negara tetap diatur Inggris.

Perang Boer II (1899-1902)

Perang ini bermula dari bangsa Boer yang meninginkan bantuan sepenuhnya dari Cape Colony, sehingga perang ini merupakan pemberontakan dari bangsa berbahasa Belanda di seluruh Afrika Selatan. Semanagat yang membara bangsa Boer semakin kuat dan sesudah mendapat kemenangan-kemenangan memebuat mereka percaya bahwa Cape Colony dan bahkan bangsa Eropa akan memberikan bantaun namun nyatanya tidak (Soeratman, 2012: 105).


Di luar Afrika, invasi pasukan Boer ke Natal & Cape Colony direspon Inggris dengan mendatangkan pasukan tambahan dari koloni Australia, Selandia Baru Memasuki bulan Februari 1900, Inggris yang awalnya fokus mengambil posisi bertahan mulai mengambil sikap agresif & menyerbu wilayah OVS. Bermula dari keberhasilan pasukan Inggris memaksa 4.000 prajurit Boer pimpinan Jenderal Kronje mengibarkan bendera putih pasca pertempuran di Paardeberg, arah peperangan kini mulai berbalik memihak Inggris. Satu demi satu, kota-kota koloni Inggris yang dikepung berhasil dibebaskan & pasukan Boer dipaksa mundur di banyak front. Tanggal 13 Maret, pasukan Inggris bahkan berhasil menduduki ibukota OVS, Bloemfontein. Sebulan berselang, pengepungan pasukan Boer ke kota Mafeking di sebelah barat ZAR berhasil dihentikan menyusul datangnya bala bantuan Inggris. Berkat tindakan heroik Robert Baden Powell ketika memimpin pasukannya mempertahankan kota Mafeking hingga setengah tahun lebih, Powell pun dianugerahi kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal .
Dengan pangkat barunya tersebut, Powell memimpin pasukan Inggris melintasi wilayah OVS untuk menyerbu wilayah ZAR dari arah selatan. Hasilnya, pada akhir Mei 1900 Johannesburg berhasil ditaklukkan pasukan Inggris setelah melalui pertempuran yang sengit. Tanggal 5 Juni, giliran Pretoria selaku ibukota ZAR yang jatuh ke tangan pasukan Inggris. Sesudah menguasai Pretoria, Powell mengumumkan aneksasi inggris terhadap Transvaal dan Orang Free State. Kemudian dia menganggap bahwa perang sudah selesai, tugasnya sekarang adalah mengamankan wilayah Afrika Selatan dan mengatur daerah-daerah yang diduduki (Soeratman, 2012:107).
Ketika dia dipanggil kembali ke negerinya, dia menunjuk Lord Kitchener sebagai penggantinya. Pada bulan (juni) dilangsungkan pemilihan umum anggota parlemen dan hasilnya dimenangkan oleh kaum Unionis.
Akan tetapi perang yang dianggap sudah selesai oleh powell ternyata belum selesai sama sekali. Orang Boer peprangan dengan melakukan taktik gerilya, yang ternyata mereka sangat cakap dalam melakukannya. Setelah Joubert meinggal dan Cronje ditahan. Muncul tokoh-tokoh baru yang memimpin perjuangan. Di wilayah timur Transvaal dipimpin oleh Louis Bota, Barat oleh Dela Rey, Christian Wet dimana-mana dan ditambah lagi dengan adanya Herzog dan Smuths. Presiden Steyn dari OVR tetap tinggal di Afrilka Selatan dan membantu rakyatnya melawan Inggris. Pada tahun 1902, Jendral Meuthen tidak menyangkan dengan serangan yang dipimpin oleh Dela Rey, sehingga 180 Mil dari Pretoria dan dipaksa menyerah bersama seluruh tentaranya (Soeratman, 2012:108).
Memasuki bulan Mei 1902, sisa-sisa prajurit Boer akhirnya merasa tidak sanggup lagi melanjutkan perlawanan & menyerukan gencatan senjata. Perundingan damai antara perwakilan Inggris & pasukan Boer lalu dilangsungkan pada akhir bulan yang sama di kota Vereeniging. Hasilnya, dicapailah kesepakatan damai kalau sisa-sisa prajurit Boer akan memperoleh pengampunan hukum jika mereka bersedia menyerahkan senjatanya. Sebagai gantinya, para bekas prajurit Boer tersebut mengakui kekuasaan Inggris atas wilayah OVS & ZAR. Sebuah komisi yang dibekali dana sebesar 3 juta poundsterling juga dibentuk untuk membangun ulang wilayah ZAR / Transvaal yang porak poranda akibat perang. Dengan diresmikannya perjanjian damai Vereeniging, Perang Boer Kedua pun berakhir dengan kemenangan meyakinkan pihak Inggris 




C.     Sejarah Terbentuknya Uni Afrika Selatan
Uni Afrika Selatan atau Republik Afrika Selatan merupakan Negara pendahulu yang sekarang di sebut dengan negara Afrika Selatan. Afrika Selatan termasuk salah satu negara tertua di Benua Afrika. Negara ini berdiri sejak tahun 1910 sampai dengan tahun 1961. Negara ini dibentuk atas penggabungan Transaval, Cape Colony, Koloni Natal dan Orange River Colony. Negara ini memiliki kendali meluas atas Walvis Bay, yang sekarang milik Namibia.
Letak gerografis Uni Afrika Selatan yaitu terletak di sebelah selatan benua Afrika yang dibatasi oleh Swaziland dan Mozambik di timur laut, Botswana dan Zimbabwe di utara, dan Namibia (Afrika Baratdaya) di sebeah barat laut. Kemudian di sebalah barat terdapat Samudera Atlantik, sedangkan disebelah timur Samudra Hindia (Haba, 2007:1).
Uni Afrika Selatan adalah Negara semi merdeka dibawah dominasi Inggris yang dibentuk pada tanggal 31 Mei 1910. Daerah Afrika Selatan selain memiliki tanah yang subur dan memiliki hasil penambangan emas, juga pernah diambil alih oleh bangsa Belanda pada abad ke-17 atau tahun 1652. Sejak daerah Afrika Selatan resmi sebagai daerah koloni Belanda, banyak orang Belanda yang datang dan menetap. Untuk selanjutnya orang-orang Belanda yang menetap tersebut dikenal sebagai Afrikaner.
Pada tahun 1812, orang-orang Inggris juga datang ke daerah Afrika Selatan. Mereka berminat dengan negara ini, terutama setelah penemuan cadangan berlian yang melimpah. Selain itu Afrika Selatan kaya akan bahan mineral yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara industri Barat, yaitu uranium. Afrika Selatan adalah daerah paling berharga bagi kepentingan perdagangan dan penanaman modal bangsa kulit putih (Haba, 2007: 2-3)
Akibatnya orang-orang Inggris mendesak orang-orang Belanda yang mengakibatkan perang Boer antara Belanda dan Inggris. Setelah terjadi perang hebat, yang disebut dengan perang boer, bangsa Belanda mengalami kekalahan. Hal ini mengakibatkan Afrika Selatan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Afrika Selatan bagian utara yang diduduki oleh bangsa boer dan Afrika Selatan bagian selatan yang diduduki oleh Inggris (Suganda, dkk, 2004).
Sesudah perang Boer II (1899-1902) berakhir dan diikuti dengan diadakannya perjanjian perdamaian di salah satu kota di Afrika Selatan yaitu Vereeniging, perjuangan selanjutnya bangsa Boer adalah merealisasi pasal perjanjian tentang pemberian pemerintahan sendiri kepada bekas Republik Boer. Lord Miner, Gubernur di Transvaal dan Orange River Colony, berusaha membawa kemakmuran penduduk di kedua daerah tersebut dengan cara melakukan kerja sama sebaik baiknya di antara koloni-koloni Inggris di Arika Selatan. Perdagangan koloni tersebut dilakukan secara bebas. Dari sanalah sejarah awal mula Uni Afrika selatan terbentuk (Soeratman, 2012:344).
Pada tahun 1907, Sir Henry Campbell Bannerman, seorang perdana Menteri Inggris berhasil melepaskan kedua koloni bekas republik boer dari pengawasan Tanah Jajahan dan diberi pemerintahan sendiri dengan hasil Louis Botha terpilih menjadi perdana menteri di bekas Republik Boer tersebut.
Pada awalnya pemerintahan Inggris mengharapkan agar Natal, Cape Colony, Transavaal, dan Orange Free State (yang sekarang bagian dari Uni Afrika Selatan) dapat menekan rasialisme bangsa Boer yang ekstrim dan memperluas liberalisme di provinsi bagian utara. Namun, pada kenyataannya liberalisme tidak meluas ke utara, melainkan sebuah uni.
Kemudian pada bulan Oktober tahun 1908 di lakukan sidang antara wakil dari Afrika Selatan, Transvaal, Orange Free State, Natal dan Cape Colony untuk membicarakan pembentukan sebuah uni yang memiliki sebuah pemerintahan pusat dan satu parlemen pusat sebagai badan legislatif. Parlemen pusat itu terdiri atas dua kamar, yaitu Majelis Rendah (House of Assembly) dan senat. Anggota Majelis Rendah berisi wakil-wakil provinsi berdasarkan imbangan penduduk jumlah kulit putih, anggota senat terdiri atas 40 orang yang berasal dari 4 povinsi dan setiap provinsi mengirimkan 8 orang, serta 8 orng lagi dipilih oleh gubernur jenderal. Provinsi yang di maksud disini adalah provinsi bekas koloni.
Setelah melewati perdebatan, akhirnya rencana tersebut dapat diterima oleh pemerintah Inggris di London, dan pada tahun 1909 usul pembentukan Uni Afrika Selatan di setujui oleh Parlemen Inggris. Adapun daerah yang termasuk dalam bagian Uni Afrika Selatan menurut Act of Union ialah Cape Colony yang dijadikan sebagai ibu kota Uni tempat kedudukan parlemen, Natal, Transvaal, dan Orange Free State. Adapun untuk daerah bukan Uni yaitu Rhodesia. Dan Bechuanaland, Basotoland, dan Swaziland tetap menjadi daerah protektorat Inggris (Soeratman, 2012: 345).
Walaupun pemerintahan pusat telah  dibuat dan Uni Afrika Selatan telah resmi berdiri, semangat anti-Inggris belum lenyap, melainkan makin kuat. Hal ini disebabkan karena anggota parlemen pusat serta jabatan Perdanan Menteri dari Uni Afrika Selatan mayoritas adalah berasal dari orang-orang Afrikaner. Akibatnya orang-orang Afrikaner semakin leluasa untuk meluaskan nasionalisme Afrikaner ke seluruh wilayah di Uni Afrika Selatan, khususnya wilayah Natal dan Cape Colony, daerah yang berorientasi Inggris.
Cape colony awalnya adalah milik Inggris, yaitu sekitar abad 19. Saat itu rakyat Belanda merasa tertekan oleh adanya Inggris. Oleh karena itu, pada tahun 1836 banyak rakyat Belanda yang bermigrasi ke arah timur dan utara. Untuk selanjutnya migrasi tersebut dikenal dengan nama the Great Trek. Kemudian setelah mengalami rintangan serta hambatan dalam melakukan perpindahan, akhirnya bangsa Boer (rakyat Belanda) dapat mendirikan dua republik yang diberi nama Transvaal dan Orange State. Pada waktu yang sama pula, suku-suku di Afrika Tengah berpindah ke wilayah selatan. Adapun suku-suku tersebut diantaranya adalah suku Basuto, Bechuana, dan Zulu-Xosa. Untuk selanjutnya masyarakat dari suku-suku itu di sebut dengan penduduk bumiputera Afrika Selatan.
Perbedaan antara penduduk Inggris-Afrika Selatan dengan orang-orang Afrikaner adalah dalam hal sikap terhadap penduduk bumiputera. Kaum putih yang berbahasa Inggris menghendaki pemisahan dalam masalah sosial tetapi integrasi dalam bidang ekonomi dan bersikap konservatif dalam bidang politik. Sedangkan kaum Afriakner menghendaki pemisahan baik dalam bidang soisal, ekonomi maupun politik. Dengan kata lain, sikap orang Inggris-Afrika terhadap penduduk bumiputera lebih pragmatis, tetapi tdak pasti. Orang Inggris-Afrika juga umumnya berorientasi dalam bidang ekonomi dan tidak tertarik pada hal politik. Sedangkan untuk orang-orang Afrikaner sikapnya lebih tegas dan dogmatis terhadap penduduk bumiputera (Soeratman, 2012:352).
Sejak Uni Afrika Selatan di didirikan dan pemerintahan di kuasai oleh kaum Afrikaner. Semangat Anti-Inggris memunculkan nasionalisme Afrikaner timbul kembali. Mereka berusaha untuk mendominasi Afrika Selatan. Mereka membuat sistem master-servant dalam masyarakat,  dimana master merupakan kelompok kaum putih disertai hak-hak istimewa.  Sedangkan servant adalah orang-orang kulit hitam yang dibebani berbagai macam kewajiban-kewajiban. Dengan kata lain, sistem master-servant yang di gunakan di Uni Afrika Selatan adalah rasisme yang membedakan manusia dari warna kulit. 
Rasisme di wilayah Uni Afrika Selatan telah berjalan panjang.  Dimulai ketika Uni Afrika Selatan di bentuk, yaitu pada pemerintahan Louis Botha di tahun 1910 hingga tahun 1919. Kemudian Louis Botha di gantikan oleh Jenderal J. Ch. Smuts pada tahun 1919 hingga tahun 1924. Smuts kalah dalam pemilihan partai dan terbentuklah kabinet baru dengan Henzog sebagai Perdana Mentri Uni Afrika Selatan pada tahun 1924 hingga 1940. Dari rasisme tersebut melahirkan diskriminasi yang panjang antara kulit putih dan kulit hitam.  Diskriminasi tersebut berujung pada Politik Apartheid.
Sebelum dilaksanakan Politik Apartheid sebenarnya telah lama dilakukan hal-hal yang merupakan gejala Apartheid, antara lain yaitu Adanya Native Land Act (Undang-undang Pertanahan Pribumi) tahun 1913 yang melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang sudah disediakan bagi mereka. Kemudian adanya undang-undang Imoraitas tahun 1927 yang melarang terjadinya perkawinan campuran antara kulit putih dengan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya (Sahar,  2012:39).

D.    Awal Mula Perkembangan Apartheid
Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan masyarakat, misalnya yang terkonsentrasi pada suatu daerah dan menuntut adanya otonomi yang lebih besar atas daerahnya sendiri. Untuk kasus Afrika Selatan contohnya yaitu kebijakan politik yang menimbulkan ketidakpuasan atau ditentang oleh sekelompok masyarakat tertentu adalah penerapan kebijakan Politik Apartheid. Politik Apartheid adalah politik diskriminasi warna kulit yang diterapkan (dahulu) oleh negara Afrika Selatan antara turunan dari Eropa (kulit putih) terhadap kulit berwarna. Apartheid juga diartikan sebagai diskriminasi warna kulit terhadap orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Kata Apartheid berasal dari bahasa Afrikaans. Apartheid adalah campuran antara ajaran Calvinis dengan praktek-praktek kolonial, yang pada intinya mengajarkan bahwa; setiap ras mempunyai panggilan tertentu dan harus memberikan sumbangan pada dunia. Untuk maksud itu maka ras-ras tersebut harus dipisah satu sama lain dengan membatasi kontak antar ras, agar masing-masing dapat hidup dan berkembang sesuai dengan kebudayaan dan kepribadiannya. (Syamsumar, 1999:12)
Sejatinya manusia diciptakan oleh tuhan dengan ciri fisik yang berbeda-beda dan sifat yang bermacam-macam pula. Perbedaan tersebut bukanlah suatu kesalahan, namun manusia sendirilah yang kadang membuat perbedaan tersebut menjadi suatu permasalahan sehingga muncul sikap yang saling membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Permasalahan tersebut muncul karena adanya sebuah prasangka negatif sehingga perasaan tidak suka yang disebabkan adanya perbedaan antara satu sama lain itu pun muncul. Fenomena Diskriminasi mengenai warna kulit yang terjadi di Afrika Selatan pada era rezim Apartheid telah menjadi bukti akan sejarah gelap dari Diskriminasi.
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorial atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis. (Fulthoni, 2009:3)
Sebenarnya Apartheid mulai berlangsung di Afrika Selatan jauh sebelum tahun 1948. Sejarah Apartheid dimulai abad ke-17 ketika Belanda masih menjadi bangsa dagang yang kuat. Perusahaan dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) menguasai sebuah wilayah dagang yang luas disekitar Samudera Hindia. Perjalanan dengan kapal membutuhkan waktu yang panjang, sulit, dan berbahaya, dalam mengatasinya pihak Belanda memutuskan untuk mendirikan sebuah tempat ditengah perjalanan untuk menyegarkan diri. Tempat singgah tersebut terletak di Tanjung Harapan dimana Cape Town sekarang berdiri. Mereka sering disebut dengan nama bangsa Boer. Penduduk Afrika Selatan diperintahkan untuk menyediakan segala sesuatu yang diperlukan kapal-kapal Belanda. Mereka dipaksa untuk mengumpulkan bahan makanan dan keperluan lainnya seperti herbal untuk penyembuhan bagi anggotanya yang mengalami sakit. Setelah bangsa Belanda datang kemudian bangsa Inggris datang ke Afrika Selatan. Kedatangan Inggris ini mengakibatkan meletusnya Perang Boer (1899-1902). Dalam perang tersebut pihak Inggris berhasil mengalahkan bangsa Boer, sehingga wilayah Afrika Selatan menjadi daerah kekuasaan Inggris.
Setelah Inggris menguasai Afrika Selatan, selanjutnya dibentuklah Uni Afrika Selatan pada tahun 1910. Dengan kemenangan Inggris tersebut mengakibatkan berkembangnya kelompok orang kulit putih yang berbahasa Inggris di Afrika Selatan di samping kelompok berbahasa Belanda. Sejak Inggris berkuasa, di wilayah Afrika Selatan telah dibentuk sistem pemerintahan yang berada di bawah pengawasan Inggris. Di wilayah tersebut Inggris juga telah menjalankan politik rasial (pemisahan berdasarkan ras). Di Afrika Selatan, ras dibedakan menjadi empat golongan yaitu kulit putih yang notabene keturunan Eropa, suku bangsa Bantu (salah satu suku bangsa di Afrika Selatan), orang Asia (Pakistan dan India) dan orang campuran atau kulit berwarna yang merupakan keturunan Melayu Cape.
Dalam negara tersebut, orang kulit putih yang merupakan minoritas menjadi penguasa terhadap orang kulit hitam yang mayoritas. Politik Apartheid menganggap bahwa kulit hitam itu adalah orang hina yang patut untuk diasingkan dan disingkirkan, berbeda halnya dengan kulit putih yang patut untuk dihormati dan berhak menjadi pemimpin. Orang kulit putih dengan Partai Nasional mendapat kemenangan dalam pemilu tahun 1948. Sejak tahun 1948, Apartheid menjadi kebijaksanaan resmi negara Afrika Selatan, yang terdiri dari 15 persen dari jumlah penduduknya, mengatur segala masalah di negeri itu. Gerakan politik ini salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan dianggap sebagai diskriminasi rasial yang dilakukan oleh Bangsa Barat. Politik ini mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menganggap ini salah satu politik terkutuk yang pernah ada.
Sebenarnya sebelum dilaksanakan Politik Apartheid, di Afrika Selatan telah lama dilakukan hal-hal yang merupakan gejala Apartheid, yaitu pada tahun 1913 penguasa kulit putih mengeluarkan undang-undang pertahanan pribumi (Native Land Act) yang melarang kulit hitam membeli tanah diluar daerah yang telah disediakan untuk mereka. Pada tahun 1927 dikeluarkan kembali Immorality Act yaitu undang-undang yang melarang hubungan seks antara kulit putih dan kulit hitam. Perkawinan campuran antara kulit putih dan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya dilarang keras. (Sahar, 2012:39)
Selama Politik Apartheid berlangsung, berbagai kebijakan yang memisahkan kegiatan antara ras kulit putih dan kulit hitam mulai diterapkan baik dalam bidang Pendidikan, Ekonomi, Sosial, dan Politik diantaranya:
1.      Bidang Pendidikan
Pada tahun 1953 pemerintah memberlakukan Undang-Undang Pendidikan Bantu (Bantu Education Act). Dengan undang-undang tersebut, sekolah-sekolah dasar dan lanjutan yang dioperasikan oleh gereja dan misi diberi pilihan untuk menyerahkan sekolah mereka kepada pemerintah atau subsidi yang setiap tahunnya mereka terima terus menurun atau dengan kata lain, pemerintah mengambil alih pendidikan untuk orang Afrika atau tidak ada pendidikan sama sekali untuk orang Afrika.
Undang-undang pendidikan Bantu merupakan undang-undang yang melambangkan suatu ajaran atau suatu jenis pendidikan rendahan, yang dikenal sebagai pendidikan Bantu, yang direncanakan untuk merendahkan orang Afrika sehingga selalu berada dalam posisi budak yang melayani orang kulit putih selama-lamanya dalam suatu masyarakat yang dipimpin oleh orang-orang kulit putih dan undang-undang tersebut akan berlaku di hampir semua sekolah dasar dan semua sekolah menengah pertama.(Haba, 2007:88)
Undang-undang Pendidikan Bantu (Bantu Education Act) dibentuk untuk mengatur perbedaan cita-cita orang kulit putih dan kulit hitam. Perbedaan ini diatur sedemikian rupa sehingga silabus dan fasilitas sekolah kulit hitam tidak sama. Bagi pelajar kulit hitam, pendidikan ditekankan pada pendidikan teknik, dilengkapi kerja praktek, dan bahkan pemerintah menerapkan secara paksa agar di sekolah-sekolah kulit hitam, bahasa pengantar adalah bahasa Afrikaans. Hal ini berlawanan dengan kulit putih yang memperoleh pendidikan dengan tujuan kerja yang professional.
2.      Bidang Ekonomi
Tahun 1953 dikeluarkan Native Labour (Settlement of Diputies Act) yang menetapkan Native Labour Office sebagai penguasa tertinggi dalam penyelesaian sengketa-sengketa industri yang melibatkan tenaga kerja kulit hitam dan melarang pemogokan kulit hitam. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1956, Menteri Tenaga Kerja mendapat wewenang di bawah Industrial Conciliation Act (Undang-Undang Konsiliasi Industri) dan Native Building Workers Act untuk menetapkan kelas pekerjaan tertentu bagi kelompok ras tertentu.
Gerakan dalam bidang ekonomi tersebut sangat merugikan orang-orang Coloured (orang berwarna) dan pribumi Afrika. Bangsa Coloured mulai kehilangan pekerjaannya dalam dinas-dinas umum dan sebagai pengganti mereka diambil menjadi tenaga dari golongan “Poor White” (Soeratman, 2012:315). Orang kulit hitam hanya boleh melakukan pekerjaan non terampil atau dengan kata lain mereka hanya dijadikan sebagai pekerja-pekerja kasar misalnya sebagai buruh. Akibatnya, upah yang diperoleh sangat rendah dan tidak cukup untuk membiayai kehidupan mereka. Dengan demikian kondisi ekonomi seperti ini menyebabkan mereka hidup dalam kemiskinan.
3.      Bidang Sosial
a.       Undang-Undang Pendaftaran Penduduk (The Population Registration Act 1950)
Undang-Undang Pendaftaran Penduduk ini mulai diberlakukan pada tahun 1950. Undang-undang ini digunakan untuk mengelompokkan penduduk kedalam kelompok-kelompok berdasarkan rasnya mulai dari orang yang memiliki kulit putih sampai dengan orang yang memiliki warna kulit berwarna. Tujuan dari pengelompokkan ini yaitu agar tidak terjadi pencampuran penduduk, oleh karena itu mereka dikelompokkan berdasarkan warna kulit yang dimilikinya.
b.      Undang-Undang Area Kelompok (Group Areans Act 1950)
Undang-undang yang mengatur pemisahan tempat tinggal orang-orang kulit putih dan orang-orang kulit hitam. Dimana yang diperkenankan untuk tinggal di perkotaan hanya orang-orang kulit putih, sedangkan orang-orang kulit hitam tinggal di daerah pedesaan yang kumuh (Susanti, 2011:37). Undang-undang area kelompok ini membagi setiap meter kedalam wilayah pemukiman dan bisnis yang berbeda; orang yang berasal dari ras tertentu hanya dapat tinggal atau melakukan bisnis di daerah tertentu pula.
Dengan demikian orang-orang kulit putih mengambil tanah yang terbaik bagi mereka, sementara orang kulit hitam, kulit berwarna dan Asia diperintahkan untuk menempati daerah lain. Dengan cara ini lebih dari tiga setengah juta orang harus meninggalkan rumah, tanah dan toko milik mereka sendiri, polisi-polisi juga disiapkan untuk menangani mereka yang membangkang peraturan.
c.       Undang-Undang Pas Jalan/Kartu Tanda Pengenal (Pass Law Act 1952)
Undang-undang ini diperuntukkan bagi masyarakat Afrika Selatan yang sudah berumur diatas 16 tahun baik pria maupun wanita. Passbook dalam hal ini merupakan sebuah buku kecil atau kartu identitas yang bentuknya seperti paspor, didalamnya terdapat foto pemiliknya beserta keterangan-keterangan tentang kelahiran si pemilik passbook, keterangan dimana pemiliknya diijinkan tinggal, serta dimana pemilik tersebut bekerja.
Passbook ini harus dibawa kemana-mana oleh orang kulit hitam, jika diperiksa oleh petugas tidak membawa Passbook mereka akan diberi hukuman. Berbeda dengan orang kulit putih mereka tidak perlu membawa Passbook kemanapun pergi, sebab Passbook tersebut hanya diperuntukan bagi kaum kulit hitam. Dengan undang-undang ini ruang gerak rakyat kaum hitam sangat sulit, terutama untuk bisa memasuki wilayah perkotaan.
4.      Bidang Politik
Dalam bidang politik, pemerintah memberlakukan dua undang-undang yang secara langsung menyerang hak-hak politik orang campuran dan orang-orang Afrika, yaitu Undang-Undang Perwakilan Pemilihan Terpisah (Separate Representation of Votes Act) dan Undang-Undang Otoritas Bantu 1951 (Bantu Authorities Act). Undang-Undang Perwakilan Pemilihan Terpisah berusaha memindahkan orang campuran di Cape Town ke dalam daftar pemilih yang berbeda, dengan demikian mengurangi hak-hak perwakilan yang telah mereka nikmati selama lebih dari seratus tahun. Undang-Undang Otoritas Bantu menghapus Dewan Perwakilan Rakyat Pribumi dan sebagai gantinya menetapkan pembentukan pemerintahan suku, regional dan territorial di negeri-negeri Bantu, fungsi-fungsi administratif, eksekutif dan kehakimannya yang disebut Bantustan atau Homelands.






E.     Perlawanan Masyarakat Afrika Selatan Terhadap Politik Apartheid
            Politik Apartheid adalah perjuangan ras yang terjadi di Afrika. Apartheid membuat dunia internasional mengecam politik  ini, tidak hanya itu masyarakat yang merasa sangat dirugikan melakukan perlawanan, salah satunya yaitu gerakan masa yang terjadi pada 21 maret 1960 yang dimotori oleh African National Congress (ANC) dan pan-africanist congress (PAC). Mereka memprotes politik apartheid yang semakin hari semakin berdampak buruk terhadap mereka, terutama masalah pekerjaan. Demontrasi berkumpul di depan kantor polisi Sharpeville. Mereka membakar barang-barang dan membuat polisi semakin khawatir bahwa aksi ini akan semakin menjadi, dan benar saja keadaan semakin kisruh hingga akhirnya polisi menembakan tembakan. Bahkan ketika masa mencoba melarikan diri, polisi tetap saja menembaki masa hingga korban berjatuhan. 69 orang berkulit hitam mati, termasuk wanita dan anak-anak dan lebih dari 180 orang terluka.
            Satu minggu kemudian, aksi kian merembak, terjadi pawai, pemogokan dan kerusuhan di seluruh negeri. Pemerintah menyatakan keadaan darurat ketika itu. 18000 orang ditahan.ANC dan PAC akhirnya dilarang setelah kejadian ini jadi mereka hanya melakukan gerakan bawah tanah, karena jika ketahuan akan diasingkan. (Budiman, 2013:20)
            Tragedi pembantaian ini dinamakan Sharpeville, Dan Kejadian ini dikutuk oleh dunia internasional. Dewan keamanan PBB menyalahkan pemerintah Afrika Selatan atas pembantaian Sherpeville dan mengganggapny sebagai kejahatan kemanusiaan. Karena itu pemerintah Afrika Selatan mengeluarkan kebijakan politis dalam negeri yaitu mengeluarkan bantuan Self-Governmends Constitution Act, dimana orang-orang berkulit hitam diberikan kursi perwakilan terbatas sehingga dapat mengembangkan daerahnya agar siap merdeka., Hal tersebut ditindak lanjuti dengan adanya Bantu Homelands Constitution Act, di mana daerah kulit hitam tersebut dapat mempunyai bendera dan lagu kebangsaan sendiri. Larangannya, mereka tidak bisa memiliki tentara, mengadakan hubungan dengan negara lain, memiliki pabrik senjata, dan membuat undang-undang yang mengatur tentang pos, telekomunikasi, keuangan, dan imigrasi.
            Daerah Bantu yang paling berkembang adalah Transkei. Atas permintaan PM Matanzima, pada 1976 Transkei dimerdekakan. Namun hal itu mendapat kecaman dari daerah hitam lainnya. Amerika Serikat dan Inggris menanggapinya negatif, mereka beranggapan jika mereka mendukung kemerdekaan Transkei, berarti mereka membenarkan jalannya Apartheid. Majelis Umum PBB sendiri menyatakan kemerdekaan itu tidak sah. Di belahan dunia lain, di India, terjadi gerakan mahasiswa kulit hitam oleh South African Student Organization (SASO) pada 1972. Terjadi bentrokan berdarah dengan polisi di sana, begitupun kekacauan terus berlansung secara beruntun. (Budiman, 2013:20-21)
            Pada tahun 1973, buruh kulit hitam mengadakan pemogokan. Mereka menuntut perbaikan nasib dan upah yang lebih tinggi. Kali ini tidak ada penyerangan balik dari pemerintah. Malahan, pemerintah menaikan upah mereka karena dinilai terlalu rendah. Pemerintah juga mengakui perlunya kesempatan latihan bagi buruh demi peningkatan mutu kerja yang lebih efisien. Namun berbeda pada kejadian tiga tahun kemudian. Sebuah konfrontasi besar antara demostran dengan polisi Afrika Selatan terjadi di Soweto, dekat Johannesburg dan Pretoria pada 16 Juni 1976. Ribuan siswa SMA hitam berdemonstrasi menentang pemerintah yang mengatur mata pelajaran tertentu akan diajarkan di Afrika, yang dipandang sebagai bahasa penindasan. Setidaknya 575 orang tewas. Kerusuhan dan konfrontasi antara polisi dan pelajar tersebar di seluruh negeri. Hal ini menyebabkan fase baru dalam proses pembebasan di mana pemuda hitam menjadi sangat terlibat. Banyak pemuda hitam berusaha meninggalkan negara untuk bergabung dengan gerakan-gerakan pembebasan, ada juga yang tetap tinggal dan bekerja dengan gerakan perlawanan bawah tanah. (Budiman, 2013:21)
            Antara September 1984 – Maret 1986 Terjadi sebuah bentrokan yang disinyalir menewaskan 1000 orang, konflik yang terjadi tidak hanya antar kulit hitam dan putih namun ada juga yang berkonflik antar kulit hitam itu sendiri, golongan tua berkulit hitam yang mapan merasa dirinya lebih baik bekerjasama dengan kulit putih, namun golongan muda menolaknya. Meski banyak terjadi gejolak sosial , supremasi kekuasaan kulit putih tetap tak tergoyahkan. Namun dalam perkembangannya kecaman tidak hanya datang dari dalam negeri saja tapi negara-negara dari luarpun ikut mengecam dan menyerukan pemberhentian praktik Apartheid di Afrika Selatan.
Peran Nelson Madela Dalam Politik Apartheid
            Nelson mandela adalah seorang pahlawan yang sagat terkenal di afrika selatan bahkan dunia, karena ia berhasil memperjuangkan hak masyarakat Afrika Selatan untuk bisa terbebas dari belenggu rezim pemerintahan yang menerapkan politik Apartheid yang rasialis. Ia dilahirkan pada 18 Juli 1918 dengan nama asli yang diberikan kedua orang tuanya Rolihlala Mandela. Ia mendapatkan panggilan Nelson Mandela dari gurunya yang kesulitan melafalkan nama aslinya sehingga ia di berinama Nelson, Nama seorang Kapten inggris pada waktu itu.
            Nelson adalah orang pertama dikeluarganya yang mengenyam pendidikan, hingga beranjak dewasa ia pernah menjadi seorang pengacara sebelum akhirnya terjun kedalam dunia politik dan menjadi ketua ANC. ANC adalah sebuah wadah perjuangan kulit hitam Afrika untuk menuntut persamaan hak dengan yang berkulit putih. Nelson menentangg rezim pemerintahan dengan gigih, selain itu Nelson Mandela adalah orang yang mudah berkenalan dengan para tokoh perjuangan persamaan hal, terutama Oliver Tambo.
Pada awalnya perjuangan yang ia lancarkan beserta partai yang ia pimpin, ANC adalah perjuangan-perjuangan damai, oleh sebab itulah pada Agustus 1958, ANC pecah, dengan pisahnya Robert Mangaliso Sobukwe, yang menganggap ANC tidak radikal, dan kurang tegas dalam melakukan penentangan, para pengkritik terhadap ANC ini kemudian mendirikan Pan African Congress (PAC), sebagai wadah perjuangannya. Sementara itu, Mandela sendiri masih tetap berjuang tanpa jalan kekerasan dengan memimpin kampanye menuntut Konvensi Nasional untuk membuat Undang-Undang baru Afrika Selatan yang adil dan anti diskriminasi pada Mei 1961. Namun ketika pemerintah menolak, Mandela mengkampanyekan aksi pemogokan, yang kemudian ditanggapi dengan kekerasan dan brutal oleh rezim. Barulah pada Juni 1961, proses awal titik balik kesadaran Mandela dan bangsa hitam Afrika, sebab kekerasan Apartheid sudah benar-benar menjadi kekerasan structural, oleh karena itu sudah tidak ada artinya lagi perjuangan dilakukan dengan jalan damai, ketika perjuangan tersebut selalu dihadapkan dengan peluru, sehingga Nelson berpikir ketika violence dan non violence menjadi dua pilihan yang harus diambil, dan lebih memilih pergerakan yang bersifat nyata dengan nyawa sebagai taruhannya. Aksi Sabotase pun diambil, sebagai jawaban atas tindakan kekerasan ekstrem dari rezim Apartheid. Aksi kekerasan sendiri sebelumnya telah terjadi pada 21 Maret 1960, ketika terjadi pembantaian di Sherpeville, dan berakhir dengan pembantaian ribuan jiwa dan berbuntut pada pelarangan ANC dan pecahan sayap kanan radikal PAC.(Budiman, 2013:21-22)

Meskipun semakin banyak rakyat yang menentang Apartheid, bahkan semakin banyak rakyat yang melakukan pemberontakan, hal itu tetap tidak membuat pemerintah mudur, dan tetap mempertahankan rezimnya. Nelson Mandela tidak pantang menyerah dalam memperjuangkan hak masyarakat Afrika selatan, melalui organisasi yang dipimpinnya ANC ia kemudian melakukan gerakan-gerakan pemberontkan seperti demontrasi masal, boykot, mogok kerja, dan pembakaran-pembakaran paspor kulit hitam. Bahkan ia kemudian mendirikan dan memimpin sayap militer ANC, yakni Umkhonto we sizwe, terakhir, ketika dipengadilan Nelson mengaku melakukan sabotase terhadap tentara, serta merencanakan dan menyusun perang gerilya.
Nelson kemudian mengindikasikan pula bahwa dalam perjuangannya melawan Apartheid, ANC juga melakukan pelanggaran HAM, laporannya kepada komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Nelson Mandela sendiri melakukan perlawanan bersenjata dalam gerakan bawah tanah, dengan menyerang pusat-pusat industri. Ia berada dalam persembunyian selama beberapa tahun, oleh karena rezim menganggapnya sebagai yang berbahaya. Nelson berhasil ditangkap pada 1964 dan dikenakan hukuman seumur hidup bersama Walter Sisulu. Ketika pengadilan memutuskan hukuman tersebut, Nelson menyatakan rela mati demi persamaan hak. 18 tahun setelah berada dalam penjara di Pulau Robben, Mandela ditawari bebas bersyarat dan akan diberi suaka ke Transkei, namun ia menolak, ia hanya ingin bebas tanpa syarat dan bebas dari tahanan sebagai orang merdeka bagi persamaan hak orang kulit hitam. Akhirnya selama 27 tahun lamanya ia ditahan, Nelson Mandela dibebaskan tanpa syarat, setelah Presiden Frederik Willem de Klerk mengupayakan reformasi total dan melakukan perundingan dengan ANC dan akan mengadakan pemilu bebas pada 1994 yang kemudian partai yang dipimpin Mandela memenangkan pemilu, dan ia menjadi Presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan, Tugas-tugas awalnya ialah mengupayakan rekonsiliasi nasional agar tidak muncul lagi konflik antar ras, khususnya saling dendam, pada gilirannya dibentuklah sebuah komisi, yakni komisi kebenaran dan rekonsiliasi.(Budiman, 2013:22)
Begitulah perjuangan Nelson Mandela dalam membela persamaan hak dan mengahapuskan politik Apartheid, tokohnya yang gigih dalam menjalankan misi perjuangannya mengantarkan ia menjadi sosok pahlawan pengahapus Apartheid sekaligus berhasil menjadi presiden Afrika selatan pada 1994.







DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A. (2013). Politik Apartheid di Afrika Selatan. 1(1), 20–23.
Fulthoni, D. (2009). Memahami Diskriminasi. Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC).
Haba, O. E. (2007). Politik Apartheid di Afrika Selatan Tahun 1948-1990. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sahar, A. R. (2012). Diplomasi Publik Afrika Selatan Dalam Piala Dunia 2010. Universitas Hasanuddin.
Soeratman, D. (2012). Sejarah Afrika. Yogyakarta: ombak.
Susanti, E. (2011). Perjuangan Nelson Mandela dalam Menentang Politik Apartheid di Afrika Selatan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Syamsumar, D. (1999). Afrika Selatan Pasca Apartheid. Jakarta: LIPI.
 Budiman, A. (2013). Politik Apartheid di Afrika Selatan. 1(1), 20–23.
Fulthoni, D. (2009). Memahami Diskriminasi. Jakarta: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC).
Haba, O. E. (2007). Politik Apartheid di Afrika Selatan Tahun 1948-1990. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sahar, A. R. (2012). Diplomasi Publik Afrika Selatan Dalam Piala Dunia 2010. Universitas Hasanuddin.
Soeratman, D. (2012). Sejarah Afrika. Yogyakarta: ombak.
Susanti, E. (2011). Perjuangan Nelson Mandela dalam Menentang Politik Apartheid di Afrika Selatan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Syamsumar, D. (1999). Afrika Selatan Pasca Apartheid. Jakarta: LIPI.

3. Suganda, Erik.  Dkk.  (2014). Terbentuknya Uni Afrika Selatan dan Terbentuknya Politik Apartheid. Makalah. Universitas Sanata Dharama, Yogyakarta.
4. Haba,  Odida Elvira. (2007). Politik Apartheid di Afrika Selatan tahun 1948-1990. Skripsi. FKIP, Pendidkan Ilmu Pengetahuan Sosial,  Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.



Komentar