Pendidikan masa kolonial


Intermezo

Sebenarnya awal dari sistem pendidikan kolonial dimulai sejak zaman VOC, tapi si VOC ini hanya tertarik ke pendidikan Kristen. Sedangkan pendidikan islam yang berbasis pesantren tidak berkembang, karna di pesantren waktu itu hanya mempelajari Al-qur’an dan ilmu agama.

Ketika terjadi perubahan ketatanegaraan di pemerintahan kolonial. Pada abad  19 si kolonial Belanda ini mulai tertarik akan pendidikan Indonesia.

Pada 1848, pemerintah kolonial Belanda memutuskan bahwa Belanda harus membangun sekolah untuk mengajari penduduk Indonesia. Sistem pendidikannya berasal dari Yunani, Romawi dan Zaman pertengahan.

Pendidikan  Belanda sesudah tahun 1848

Pada Abad 18 Pendidikan dan pengajaran diberikan secara perorangan, tapi di abad 19 diubah jadi sistem klasikal akibat pengaruh Pestalozzi (Ngajar kelompok anak-anak dengan waktu dan pelajaran yang sama)

Diluar Jawa sudah berdiri sekolah khusus untuk bangsa pribumi yang beragama Kristen, tetapi keadaannya tidak terpelihara

Sekolah-sekolah di  Jawa yang didirikan tahun 1850 lebih teratur , tujuan didirikannya sekolah di Jawa tidak untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan pengajaran tetapi melatih bagi orang yang akan bekerja di pemerintah Belanda

Pada 1850 didirikan sekolah kelas 1 dengan lama 5 tahun (kelas 1-5), sekolah tersebut didirikan bagi anak-anak dilingkungan pegawai pamong praja yang ditempatkan di kota-kota Keresidenan
Mata pelajaran yang diberikan adalah membacaa, menulis, berhitung, menggambar, menyanyi, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam, Bahasa Indonesia.

Sekolah kelas 1 mempunyai sifat sebagai Pendidikan “calon pegawai” administrasi dan pangreh praja. Didalam pelajaran berhitung diajarkan tentang pajak tanah dan perhitungan tentang administrasi kopi. Pelajaran pertanian tidak diberikan untuk mempertinggi pertanian rakyat/kemakmuran rakyat tetapi mempelajari ilmu-ilmunya saja dari buku

Apa sih Tujuan pendidikan zaman kolonial ini?

Bertujuan untuk mencetak pegawai bagi pemerintah belanda
      Akhir abad ke-19 didirikan sekolah kelas II (-4 tahun), sekolah tersebut didirikan di kota-kota/kabupaten
      Pengajaran yang diberikan lebih sederhana daripada kelas I , seperti membaca, menulis, berhitung, dan Bahasa daerah atau Bahasa Indonesia
      Sekolah tersebut terbuka untuk umum
      Tahun berikutnya pemerintah Belanda mendidirikan sekolah Pamong Praja bagi murid-murid lulusan sekolah kelas 1, tetapi diutamakan anak-anak bupati
      Tahun 1875 didirikan Sekolah Dokter Jawa, murid-muridnya berasal dari Sekolah Kelas 1
      Kondisi Pendidikan bagi masyarakat pribumi masih memprihatinkan karena gurunya lulusan Sekolah Kelas I dan II dan fasilitas sekolah yang tidak memadai
      Langgar/pesantren tetap ada, tetapi tidak mengalami kemajuan

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN PADA PERMULAAN ABAD KE-20

      Permulaan abad ke-20 pemerintah Belanda atas pengaruh politik Van Deventer menaruh perhatian terhadap Pendidikan dan pengajaran bagi bangsa Indonesia.

      Anak-anak dari kalangan atas diperbolehkan masuk ke sekolah rendah Belanda dan bisa melanjutkan ke Sekolah Dokter Java dan Sekolah Pamong Praja. Selain itu, akan dimasukkan Bahasa Belanda dalam rencana pelajaran.

      Tahun 1903 dikeluarkan peraturan mengenai pendirian SEKOLAH DESA dengan lama Pendidikan 3 tahun, merupakan kerjasama antara pemerintah belanda dan desa. Pelajaran yang diberikan membaca, menulis, berhitung, Bahasa daerah, dan menggambar

      Tahun 1907 Sekolah Kelas I diberi pelajaran Bahasa Belanda mulai kelas III-VI dengan pengajar orang belanda, sehingga lama Pendidikan menjadi 6 tahun. Sekolah tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dari orang Pribumi

      Pada sekolah tersebut tidak diberikan pelajaran sejarah Indonesia, sifat pengajaran tetap intelektualitas tetapi tidak berisi semangat kebangsaan/usaha-usaha untuk perkembangan kebudayaan kebangsaan

      Susunan Pendidikan dan pengajaran berlaku sampai tahun 1914

      Tahun 1914 dilakukan perubahan yaitu mendekatkan lapisan masyarakat atas dari Indonesia pada kebudayaan Belanda dan tetap focus pada mendidik anak-anak untuk menjadi pegawai ddengan dipengaruhi kebudayaan barat, sehingga mereka tidak berpikir secara bebas untuk merdeka

      Tahun 1914 Sekolah Kelas I dijadikan Hollandsch Inlandsche School (HIS) dengan lama Pendidikan 7 tahun dan Bahasa pengantar yang digunakan Bahasa belanda. Diberi kelas 0 (nol) taman kanak-kanak dengan pelajaran yang diberikan sama dengan Sekolah Rendah Belanda yang 7 tahun

      Sekolah Kelas II yang awal lama Pendidikan 4 tahun dijadikan 5 tahun, pelajaran tertinggi sama dengan Kelas I. Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa daerah. Selain itu, didirikan Vervolgschool dengan lama Pendidikan 2 tahun dan menerima tamatan Sekolah Desa. Derajat sekolah tersebut sama dengan sekolah kelas II

      Tahun 1914 didirikan juga sekolah MULO-HIS yang merupakan lanjutan dari HIS dan Sekolah Rendah Belanda. Siswa Sekolah II tidak dapat melanjutkan pelajaran kecuali sekolah perlukangan (sekolah normal sebagai sekolah Pendidikan guru empat tahun)

      Tahun 1920 didirikan sekolah Schalkeschool yang menerima murid dari Sekolah Desa lama Pendidikan 5 tahun dengan tujuan dapat memasuki sekolah MULO yang sederajat HIS

      Tahun berikutnya didirikan sekolah Algemee Middelbare School (AMS) yang memberi Pendidikan dan pengajaran umum tingkat menengah. AMS dibagi menjadi 2 bagian (Bagian Pasti dan Bagia Sastra yaitu sastra Barat dan timur)

      Murid-murid tamatan AMS berhak untuk mengikuti Pendidikan dan pengajaran tinggi seperto Sekolah Kedokteran, sekolah Tinggi kehakiman, sekolah tinggi Teknik yang ada di Indonesia atau melanjutkan ke Belanda, karena AMS disamakan dengan BHS (sekolah menengah umum untuk anak-anak Belanda)

      Tahun 1929 jumlah murid HIS hanya 65.000 orang, Schalkeschool 5000 orang, hal tersebut dipengaruhi karena tujuan Pendidikan untuk memecah belah masyarakat . Lapisan atas di didik secara Belanda sehingga menjadi kaum yang terpelajar dan hidup secara kebarat-baratan. Akhirnya kalangan atas pribumi tidak lagi mengenal budaya dan bahasanya sendiri, dilingkungan keluarga menggunakan Bahasa belanda  karena mereka beranggapan bahwa nasib mereka tergantung pada pengetahuan mereka tentang Bahasa belanda tetapi mereka belum dianggap sempurna seperti orang belanda


Sumber : Presentation
Dosen: Zulfi Miftahudin Mpd.

Komentar