Politik Etis
Apa itu Politik Etis?
Pada 1899, C. Theodore van Deventer (1857-1915), seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia selama 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel berjudul “Een eereschuld”, “suatu utang kehormatan” di dalam jurnal Belanda de Gids. Ia mengatakan bahwa Belanda berutang kepada bangsa Indonesia semua kekayaan telah diperas dari negeri mereka. ( Ricklefs. 2008: 328)
Diawali dengan kecaman-kecaman yang dilontarkan kepada pemerintah kolonial oleh misalnya novel Max Havelaar (1860) yang membuahkan hasil yaitu banyaknya suara Belanda yang mendukung pemikiran untuk Belanda membalas budi kepada Indonesia untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh Indonesia.
Ditetapkan pada 1 september 1901 oleh ratu Wihemina. Awalnya dilakukan dengan penuh tanggung jawab bahwa Belanda memperhatikan rakyat Indonesia. Tapi tujuan yang paling utama adalah untuk menghindari perlawanan dari rakyat Indonesia. Pada 17 september 1901 mengumumkan penyelidikan tentang taraf kesejahteraan yang ada di pulau Jawa. Utusan itu berangkat ke Indonesia dengan membawa Max Havelaar di dalam koper da nisi novel itu di kepala mereka. ( Ricklefs. 2008: 328)
Pada tahun 1902, Alexander W.F Idenburg menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan (1902-05) dengan memegang jabatan ini dan jabatan Gubernur jendral (1909-1916), ia mempraktikan pemikiran-pemikiran politik etis , lebih dari pada siapapun. Untuk melaksanakan politik etis itu diperlukan dana yaitu dengan mengambil utang kolonial (40 juta gulden) diambil alih oleh pemerintah Belanda, sehingga Batavia tidak harus terbebani utang lagi. Politik etis mulai berjalan. ( Ricklefs. 2008: 329)
Kebijakan etis ini terdapat lebih banyak janji daripada pelaksanaan , dan fakta-fakta penting tentang eksploitasi dan penaklukan sesungguhnya tidak berubah , tetapi ini tidak mengurangi arti penting zaman penjajahan baru itu. ( Ricklefs. 2008: 327)
Ciri edukasi jaman itu ada 4 yaitu
DAMPAK
Politis etis (Ethische Politic)
adalah kebijakan akibat adanya politik terbuka , banyak reaksi serta kritikan
dari berbagai pihak. Para kaum humanis menentang praktek eksploitasi oleh
kolonial Belanda.
Sc pic: blog_ruang_guru
Pada 1899, C. Theodore van Deventer (1857-1915), seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Indonesia selama 1880-1897, menerbitkan sebuah artikel berjudul “Een eereschuld”, “suatu utang kehormatan” di dalam jurnal Belanda de Gids. Ia mengatakan bahwa Belanda berutang kepada bangsa Indonesia semua kekayaan telah diperas dari negeri mereka. ( Ricklefs. 2008: 328)
Sebelum adanya kebijakan etis,
rakyat menderita akibat tanam paksa , sedangkan adanya keuntungan baru bagi
Belanda
·
Kemiskinan
·
Kelaparan
(Daerah Demak dan Grobogan)
·
Kematian
Diawali dengan kecaman-kecaman yang dilontarkan kepada pemerintah kolonial oleh misalnya novel Max Havelaar (1860) yang membuahkan hasil yaitu banyaknya suara Belanda yang mendukung pemikiran untuk Belanda membalas budi kepada Indonesia untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh Indonesia.
Ditetapkan pada 1 september 1901 oleh ratu Wihemina. Awalnya dilakukan dengan penuh tanggung jawab bahwa Belanda memperhatikan rakyat Indonesia. Tapi tujuan yang paling utama adalah untuk menghindari perlawanan dari rakyat Indonesia. Pada 17 september 1901 mengumumkan penyelidikan tentang taraf kesejahteraan yang ada di pulau Jawa. Utusan itu berangkat ke Indonesia dengan membawa Max Havelaar di dalam koper da nisi novel itu di kepala mereka. ( Ricklefs. 2008: 328)
Sc pic: berdikari book
Pada tahun 1902, Alexander W.F Idenburg menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan (1902-05) dengan memegang jabatan ini dan jabatan Gubernur jendral (1909-1916), ia mempraktikan pemikiran-pemikiran politik etis , lebih dari pada siapapun. Untuk melaksanakan politik etis itu diperlukan dana yaitu dengan mengambil utang kolonial (40 juta gulden) diambil alih oleh pemerintah Belanda, sehingga Batavia tidak harus terbebani utang lagi. Politik etis mulai berjalan. ( Ricklefs. 2008: 329)
Kebijakan etis ini terdapat lebih banyak janji daripada pelaksanaan , dan fakta-fakta penting tentang eksploitasi dan penaklukan sesungguhnya tidak berubah , tetapi ini tidak mengurangi arti penting zaman penjajahan baru itu. ( Ricklefs. 2008: 327)
3 kebijakan penting kebijakan Etis
1.
Irigasi
(Membangun serta memperbaiki perairan dan bendungan untuk keperluan bidang
pertanian)
2.
Emigrasi
(memindahkan kepadatan penduduk di jawa ke daerah lain)
3.
Edukasi
(penyelenggaraan penduduk bagi pribumi)
Ciri edukasi jaman itu ada 4 yaitu
·
Adanya
dualisme (diskriminasi)
·
Konkordasi
(disesuaikan dengan kurikulum Belanda)
·
Sentralisasi
(di urus Departemen Pengajaran)
·
Menghambat
(membatasi jumlah pelajar)
DAMPAK
Lahirnya gerakan nasionalisme karna rakyat
pribumi yang berpendidikan yang telah mempelajari nasionalisme. Contohnya
adalah budi utomo (1908). Sumpah pemuda (1928)
Sumber : Ricklefs
M C , 2008 “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008” Jakarta : Serambi
(klik untuk download ebooknya gan http://www.himasunsil.org/id_id/ebook-sejarah-indonesia-modern-1200-2004/)
Komentar
Posting Komentar